DAKSINA Lambang Penghormatan dan Lambang Bhuana Agung Stana Hyang Tunggal

Posted by

 Oleh: Dr. Lanang Ari Wangsa

KALAU kita menelusuri arti leksikal serta etimologi kata Daksina di kamus Hindu, maka Dakshina biasanya diartikan mempersembahkan Daksa yang berarti “mampu”. Dakshina berarti apa yang diberikan atau dipersembahkan secara tulus dari kemampuan seseorang. Dakshinamurty, adalah bentuk (murti)nya Siva, disebut demikian karena Dia memberikan pengetahuan tentang Kebenaran tanpa cela, dan kemampuan untuk membedakan maya dari yang nyata. Kata dhaksina (di bali : Daksina) kalau di dalam kamus Sanskerta Inggris oleh Arthur Anthony Macdonall, berarti “tangan kanan, selatan, pemberian, upah upacara, Hadiah dan yang sejenis” dengan itu berarti sesuatu yang diwujudkan sebagai shakti upacara yadnya, atau Yadnya Patni.
Dari pemahaman bahasa sanskerta yang berarti pemberian dengan tangan kanan inilah makanya tradisi Hindu di Bali memaknai pemberian secara terhormat itu bila diberikan dengan tangan kanan. Di Bali, bila sebuah upacara yadnya tanpa Daksina untuk Pandita pemimpin upacara, maka upacara tersebut bukan menjadi milik penyelenggara upacara (Sang Yajamana) melainkan menjadi milik sang pandita.
Kita di Bali lebih memaknai Dhaksina sebagai penghormatan, dan juga sebagai Siwamurti (bentuk siwa) yang diejawantahkan berupa simbol-simbol Banten. Dalam Penyelenggaraan upacara Yajna di Bali, hampir tidak ada upacara Hindu yang tidak menggunakan Banten Daksina. Di dalam Lontar Parimbon bebanten ada disebutkan bahwa upacara tidak akan sukses apabila tidak menggunakan Daksina. 
Dalam lontar tersebut Daksina itu disebutkan sebagai “Yadnya patni”. Yadnya Patni artinya daksina sebagai shaktinya suatu upacara. Shakti dalam bahasa Sanskerta adalah kekuatan. Dengan demikian salah satu kekuatan suatu yajna terletak pada dhaksinanya. Daksina ini jarang sekali berdiri sendiri, pasti ada banten pengiring yang mengikuti, minimal canang pada saat dia berfungsi sebagai lingga Hyang Siwa di pelinggih atau di pelangkiran. Daksina merupakan tapakan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa , dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan perwujudan-Nya. 

Daksina mempunyai beberapa fungsi atau tujuan yaitu sebagai berikut: 
  1. Permohonan kehadapan Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugrahaNya sehingga mendapat keselamatan. 
  2. Sebagai persembahan atau tanda terima kasih yang dalam “Yadnya Patni”, disebutkan daksina selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan. 
  3. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/Hyang Tunggal. 




Daksina dibuat dari berbagai unsur yang mempunyai maknanya masing-masing baik sebagai lambang perwujudan Hyang Tunggal ataupun sebagai Stana Hyang Widi atau Bhuana Agung, yaitu sebagai berikut: 
  1. Alas bedogan/ srembeng/wakul/katung, terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya. Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta (Hukum Abadi Tuhan). 
  2. Tampak, dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampak adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos, dalam tradisi tantra, tapak dara melambangkan Ibu Pertiwi Bapa Akasa. tampak juga melambangkan swastika, yang artinya semoga dalam keadaan baik. 
  3. Beras, yang merupakan makanan pokok lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu,Siva) 
  4. Sirih temple / Porosan dan Kembang: terbuat dari daun sirih (hijau – wisnu), kapur (putih – siwa) dan pinang (merah – brahma) diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan sang Hyang Tri Murti. Juga ada beberapa yang memaknainya sebagai simbol kekuatan Kama untuk manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Semara. Kembang sebagai lambang Niat Suci dan kebersihan hati. 
  5. Kelapa, adalah buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian/ amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Sapta patala di kelapa dilambangkan dengan: Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang Tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang Sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagai lambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang Svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lambang Satya loka. Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria. 
  6. Telor Itik,dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getargetar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambanAntah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira. dipakai telur itik karena itik dianggap suci, bisa memilih makanan, sangat rukun dan dapat menyesuaikan hidupnya (di darat, air dan bahkan terbang bila perlu).
  7. Pisang, Tebu dan Kojong, Kalau di India penggunaan susu dan madu, kita di Bali menggantikannya dengan pisang dan tebu sebagai persembahan, namun ada yang mengartikan kalau Pisang dan tebu itu adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam ini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Kalau dalam arti daksina sebagai wujud Hyang Tungga maka dalam tetandingan daksina, Pisang melambangkan jari, Tebu belambangkan tulang. 
  8. Buah Kemiri, adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki, dari segi warna putih (ketulusan). 
  9. Buah kluwek/Pangi, lambang pradhana / kebendaan / perempuan, dari segi warna merah (kekuatan).Dalam tetandingan melambangkan dagu. 
  10. Gegantusan, merupakan perpaduan dari isi daratan dan lautan, yang terbuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri  yang dibungkus dengan kraras/daun  pisang tua adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran. 
  11. Papeselan, terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian / langsat / ceroring lambang Mahadeva, daun salak / mangga lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
  12. Bija ratus adalah campuran dari 5 jenis biji-bijian, diantaranya, Godem (hitam – Wisnu), Jawa (putih – Iswara), Jagung nasi (merah – Brahma), Jagung biasa (kuning – Mahadewa) dan Jalijali (brumbun – Siwa). kesemuanya itu dibungkus dengan kraras (daun pisang tua).
  13. Benang Tukelan, adalah alat pengikat simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya pralina. Sebelum pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah pralina. dalam tetandingan dipergunakan sebagai lambang usus/perut.
  14. Uang Kepeng, yang berjumlah 225 kepeng adalah simbol Bhatara Brahma merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan,
  15. Sesari, sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (dana Ppramitha).
  16. Sampyan Payasan, terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
  17. Sampyan pusung, terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria.
  18. Canang sari. simbol titik, yaitu kompas, timur, selatan, utara dan pusat manifestasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata.

Jenis-jenis Daksina dimaksud adalah
sebagai berikut :
1. Daksina alit.
2. Daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).
3. Daksina krepa (Rsi Yajna).
4. Daksina gede/pamogpog (upacara besar).
 5. Daksina galahan.

Sumber: koran Sastra Edisi 1
Sasih Jiyestha, Soma Kliwon Wariga, 30 April 2018


Blog, Updated at: 7:04 PM

0 comments:

Post a Comment